Posted on Maret 18, 2015 by Phil Tanis
Gereja Reformed di Transkarpathia telah menghadapi berbagai tantangan sepanjang perjalanan hidupnya. Saat ini, gereja tersebut ada dalam posisi minoritas ganda – sebagai sebuah gereja Protestan di negara Ortodoks dan sebuah komunitas etnis Hungaria di tengah bangsa Slavia.
Meskipun bagian Ukraina dari teluk Karpathia ini terletak di antara Slovakia, Hungaria dan Romania di ujung barat Ukraina, pengaruh dari perang yang terjadi di wilayah timur negara tersebut tetap membawa persoalan. Kekurangan bahan bakar, inflasi, dan ketidakpedulian negara (selain dalam hal memberlakukan wajib militer) merupakan tiga dari banyak masalah lain yang disebabkan oleh konflik tersebut.
Ini adalah sebuah kenyataan yang mengenaskan yang semakin terasa pada akhir pekan bersalju ketika delegasi dari WCRC Eropa berkunjung secara resmi di bulan Januari yang lalu. Namun, apa yang dilihat oleh delegasi ini di Beregszász (Berehove) dan Dercen (Dertsen) adalah sebuah gereja yang mengambil langkah-langkah penting untuk mengisi lubang-lubang yang ada di tengah masyarakat.
“Kami bertemu dengan sebuah gereja yang hidup, ” demikian menurut Jan-Gerd Heetderks, presiden WCRC Eropa. “Mereka memahami tradisi dan kepercayaan Alkitabiah namun juga memiliki kesadaran akan keadaan masyarakat.”
“Yang paling mengesankan adalah kesetiaan mereka di tengah keadaan yang mereka alami,” kata Susan Brown, dari Gereja Skotlandia. “Melihat mereka membuat kami menyadari perspektif yang berbeda dalam kehidupan bergereja. Kita memiliki kemewahan untuk dapat memilih apa yang hendak dikerjakan dan apa yang tidak. Mereka tidak memiliki pilihan tersebut. Apabila mereka tidak melakukan sesuatu, tidak akan ada yang mengerjakannya.”
Kegiatan yang dilakukan oleh gereja ini sangat luas jangkauannya. Antara lain mereka menyediakan makanan, menjalankan pendidikan di sekolah-sekolah, mengatur distribusi barang-barang sumbangan, membeli perlengkapan untuk rumah sakit, dan bahkan, di salah satu desa, mereka menjalankan departemen pemadam kebakaran secara sukarela.
“Kami sangat senang dan merasa diberkati ketika kami dapat memberi sesuatu bagi orang lain,” demikian uskup Sándor Zán Fábián. “Adalah suatu hal yang luar biasa bagi seorang pendeta untuk dapat melayani di sini.”
Masing-masing dari 108 jemaat gereja tersebut merupakan tempat ibadah sekaligus komunitas kepedulian. Gereja ini memiliki 70,000 anggota, dan setiap penatua memberi perhatian kepada 100 orang, mengunjungi mereka secara teratur untuk memastikan kebutuhan-kebutuhan spesifik. Para penatua kemudian mengatur dengan Kantor Koordinasi Diakonia (atau salah satu pusat diakonia regionalnya) untuk memberikan bantuan yang diperlukan, baik itu seloyang roti, baju layak pakai, maupun setumpuk kayu untuk pemanas.
Kantor Koordinasi Diakonia (KKD) dikepalai oleh Béla Nagy, yang adalah juga presiden jemaat dari gereja tersebut. Toko roti KKD menyediakan 45,000 loyang roti setiap tahunnya. Hampir 40,000 jatah makanan didistribusikan setiap tahun, di mana lebih dari 200 orang menerima makanan setiap hari. Separuh dari makanan ini dibagikan dalam kerjasama ekumenis dengan gereja Katolik Roma.
Keluarga-keluarga yang kehilangan anggota laki-laki sebagai akibat dari wajib militer mendapatkan dukungan khusus. Awalnya, pemerintah meminta gereja untuk membelikan perlengkapan baru bagi para tentara, namun permintaan tersebut ditolak dan gereja tersebut mengatakan bahwa sebagai gantinya mereka akan memberi bantuan kepada keluarga-keluarga para tentara selagi mereka bertugas.
Pengiriman barang-barang sumbangan datang hampir setiap bulan. KKD mengatur agar barang-barang tersebut dapat keluar dari bea cukai dan kemudian memastikan distribusi berjalan lancar, baik secara langsung maupun melalui institusi-institusi lokal lainnya.
Salah satu institusi yang menerima bantuan secara rutin adalah rumah sakit negara di Beregszász. Anggaran kota hampir tidak cukup untuk membiayai keperluan sehari-hari rumah sakit tersebut, sehingga sama sekali tidak tersedia biaya untuk mendapat perlengkapan baru atau bahkan memperbaiki perlengkapan yang sudah ada. Gereja Transkarpathia menggunakan hubungan yang dimilikinya dengan Gereja Reformasi di Hungaria dan rekan-rekan internasional lainnya, termasuk pemerintah Hungaria, untuk mendapatkan bantuan baik secara finansial maupun berupa sumbangan peralatan.
“Sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada dukungan dari pemerintah untuk bantuan sosial,” demikian penjelasan Nagy, yang kemudian menekankan “Bantuan ini kami berikan menurut kebutuhan, tanpa memedulikan agama dan kepercayaan.”
Selain memenuhi kebutuhan dasar masyarakat melalui sumbangan-sumbangan, Gereja Transkarpathia juga menjalankan pusat rehabilitasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus; sebuah rumah singgah bagi ibu-ibu muda yang hidup sendiri, dan sebuah departemen pemadam kebakaran sukarela di Dercen.
Pendeta Miklós Zsukovszky menyadari perlunya perlindungan pemadam kebakaran ketika mengawali pelayanannya di Dercen, dan ia mulai mendirikan sebuah pasukan pemadam dari nol. Pemerintah lokal tidak sanggup mengatasi rangkaian bencana alam yang terjadi, termasuk banjir yang cukup besar, sehingga Zsukovszky memberikan komitmen bersama jemaatnya untuk mengisi kekosongan tersebut.
“Anda tidak dapat hidup bergereja tanpa membantu mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan,” demikian kata Zsukovszky. Mereka yang paling lemah adalah juga mereka yang paling terpengaruh dengan adanya banjir, dan mereka pula yang paling rawan mengalami kebakaran. Membutuhkan waktu cukup lama sampai visi ini dapat dilaksanakan.
Perlengkapan yang dibutuhkan akhirnya terkumpul dari berbagai donasi dari Hungaria, Jerman, dan Belanda. Saat ini, departemen pedaman kebakaran sukarela tersebut melayani 12,000 orang di Dercen dan sekitarnya.
Selain memberikan banyak tenaga dan usaha untuk mengisi kebutuhan sosial. Gereja Reformasi di Transkarpathia juga melakukan kegiatan bergereja, yaitu sebagai jemaat-jemaat yang beribadah dan melakukan pemuridan. Organisasi perempuan dan pemuda di sana sangat kuat, di mana setiap tahun lebih dari 2500 mahasiswa menghadiri kegiatan-kegiatan yang dilakukan sepanjang tahun. Para penatua dan diaken diberikan seminar dan pelatihan secara rutin. Calon-calon pendeta diberi pendidikan pra-seminari. Kegiatan rutin keluarga umumnya dihadiri 6000 orang. Jelas bahwa bagian Eropa yang satu ini tidak dapat dikatakan “pasca Kristen.”
“Sebagai orang Kristen yang beriman kita harus menunjukkan iman tersebut setiap hari kepada mereka yang tinggal di sekitar kita,” demikian Zán Fábián.
Kegiatan gereja ini terus berlangsung bahkan di tengah banyaknya tantangan yang dihadapi. Perang yang tengah berlangsung memberi pengaruh yang sangat buruk terhadap ekonomi, di mana pada tahun yang lalu inflasi yang terjadi mengurangi kemampuan pembelian menjadi separuh dari sebelumnya. Sistem sosial dan perawatan kesehatan yang tidak tertata, bersama dengan perang itu sendiri, menyebabkan banyaknya ketidakjelasan yang dihadapi masyarakat.
Gereja Transkarpathia bertahan melalui kontribusi, baik dari anggota-anggotanya maupun organisasi dari luar, tanpa menerima pemasukan dari negara (hal yang lumrah terjadi di banyak negara Eropa). Kombinasi semua persoalan ini membuat sangat sulit mempertahankan guru-guru di sekolah dan gereja. Bahkan para pendeta pun mencari kemungkinan-kemungkinan di luar negeri.
“Tidak banyak organisasi yang membantu di sini karena dianggap kurang eksotis. Kami terus berdoa agar dapat tetap setia dalam situasi ini dan tidak melupakan bahwa Tuhan yang berkuasa atas kehidupan kami,” kata Zán Fábián.
Gereja Transkarpathia baru diakui secara resmi pada tahun 1991, maka “bisa dikatakan bahwa kami adalah sebuah komunitas yang masih sangat muda,” kata Zán Fábián. Setahun kemudian, pemerintah mengembalikan 60% bangunan milik gereja yang disita pada masa Soviet. Banyak dari bangunan tersebut yang berada dalam kondisi yang sangat buruk, dan tanah di sekitarnya yang juga disita tidak dikembalikan.
Pada masa Soviet, pemimpin-pemimpin gereja dideportasi dan bahkan dibunuh, maka delegasi WCRC Eropa mengambil waktu untuk mengingat mereka di tugu peringatan di depan kantor Gereja Transkarpathia di Beregszász.
“Kunjungan dari delegasi tingkat tinggi sangat penting. Ini menunjukkan bahwa ada dukungan internasional bagi minoritas Hungaria di sini, baik sebagai warga maupun dalam hal agama,” kata Zán Fábián. “Saya sangat senang bahwa kami memiliki saudara-saudara di luar negeri.”
“Meskipun ini adalah sebuah komunitas yang rentan yang menghadapi banyak tantangan dan ketidakpastian, mereka memiliki visi dan hidup sebagai sebuah komunitas iman yang melayani,” kata Balázs Ódor, salah seorang wakil presiden WCRC Eropa.
“Sebagian dari peran kita adalah untuk memberi semangat dan dukungan satu sama lain,” Martina Wasserloos dari Aliansi Reformasi di Jerman dan juga salah seorang wakil presiden WCRC Eropa menjelaskan. Pada rapat tahunannya, WCRC Eropa memutuskan untuk memberikan bantuan dana untuk membantu kebutuhan Gereja Transkarpathia.
Gereja di Transkarpathia adalah bagian dari Gereja Reformasi Hungaria, dan merupakan ekspresi internasional dari persekutuan gerejawi antar gereja-gereja etnis Hungaria di teluk Karpathia. Gereja ini merupakan gereja protestan terbesar di Ukraina.
Category: Berita, Slider (ID) Tags:
Copyright © 2024 · All Rights Reserved · World Communion of Reformed Churches
NonProfit Theme v4 by Organic Themes · WordPress Hosting · RSS Feed · Privacy Policy · Masuk